Pemerintah mencatat sekitar 2/3 daerah atau sebanyak 282 kabupaten di Indonesia, sangat rawan bencana. Untuk itu pemerintah mulai tahun 2010 ini memberi prioritas utama terhadap daerah-daerah itu agar siap siaga dan mampu mengurangi korban.
Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Suprayoga Hadi, seperti dilansir vivanews.com, Senin (19/7/2010), mengatakan, kesiapan itu utamanya bagaimana telah menginstruksikan kepada daerah agar memberikan persiapan khusus dalam menghadapi bencana.
"Kami sudah sampaikan ke daerah misalnya dengan peta-peta rawan bencana kemarin juga bagaimana meminimalkan korban saat bencana," katanya kepada wartawan di Bappenas.
Yoga mengatakan secara umum kawasan rawan bencana memang belum pernah diperhatikan. Semua pihak baru menyadari rawan bencana ini yakni sejak 2004 pasca bencana gempa dan tsunami di Aceh.
Pemerintah, kata Yoga, memang tidak memasukkan kawasan rawan bencana ini secara spesifik dalam program tata ruang, tapi lebih masuk pada lingkungan hidup dan pengelolaan bencana. Ini dikarenakan memitigasi atau siap siaga menghadapi bencana lebih penting dibanding mengatasi bencana.
Yoga mengatakan bahwa perubahan paradigma penanganan bencana yang semua terfokus pada penanganan darurat menjadi lebih berorientasi pada pencegahan dan pengurangan riisko bencana. Secara umum yang dihadapi pemerintah adalah karena belum memadainya kinerja penanggulangan bencana, terkait keterbatasan kapasitas dalam penyeleggaraan penanggulangan bencana.
Hal lain yang menjadi masalah adalah karena masih rendahnya kesadaran terhadap risiko bencana dan masih rendahnya pemahaman terhadap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana, meliputi rendahnya kesadaran terhadap upaya pengurangan risiko bencana serta kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Berita terkait, klik disini.
Minggu, 19 Januari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar