Jika seseorang menderita malaria, obatnya hanya satu yakni pil kina. Zat penyembuh di dalamnya telah diakui serta digunakan selama puluhan tahun. Apakah hanya tumbuhan kina yang bisa mengatasi penyakit akibat nyamuk pembawa plasmodium?
Para peneliti di Institut of Tropical Disease Universitas Airlangga ternyata telah bekerja lebih dari sepuluh tahun mencari obat selain pil kina. Upaya tersebut semakin menemui titik terang, bahkan beberapa orang meyakini lebih ampuh dibanding kina.
Para peneliti di Institut of Tropical Disease Universitas Airlangga ternyata telah bekerja lebih dari sepuluh tahun mencari obat selain pil kina. Upaya tersebut semakin menemui titik terang, bahkan beberapa orang meyakini lebih ampuh dibanding kina.
weus.net |
Kulit biji cempedak, inilah sumber obat malaria hasil temuan para ilmuwan di Surabaya. Para peneliti menggunakan kulit batang cempedak yang hanya berasal dari Kalimantan. "Dipilih yang berasal dari Kalimantan, karena di wilayah inilah jenis ini paling unggul," ata Ketua Tim Penelitian Obat Anti-Malaria ITD-Unair Dr Aty Widyawaruyanti, MSc.
Kulit batang tumbuhan dengan nama latin Artocarpus champedem yang diproses menjadi ekstrak ini memiliki sekelompok senyawa yang teruji klinis mampu membunuh parasit malaria.
"Ada beberapa senyawa yg kami isolasi dan uji coba. Salah satunya lebih aktif dari Kina," jelas Aty.
Karena lebih aktif, maka senyawa yang diketahui bernama Heteroflavanon C, dikatakan Aty, memiliki senyawa yang lebih unggul dibandingkan dengan kina.
Uji Sampel
Kulit batang tumbuhan dengan nama latin Artocarpus champedem yang diproses menjadi ekstrak ini memiliki sekelompok senyawa yang teruji klinis mampu membunuh parasit malaria.
"Ada beberapa senyawa yg kami isolasi dan uji coba. Salah satunya lebih aktif dari Kina," jelas Aty.
Karena lebih aktif, maka senyawa yang diketahui bernama Heteroflavanon C, dikatakan Aty, memiliki senyawa yang lebih unggul dibandingkan dengan kina.
Uji Sampel
Pohon cempedak, calon obat malaria terbaru / ciputranews.com |
"Hasil uji klinis hingga kini masih berlangsung kepada 60 orang," ungkap Aty yang menambahkan bahwa ini merupakan fase kedua yang harus dilewati.
Dari empat fase, para peneliti sudah melewati fase pertama yang merupakan fase toksik, yang bertujuan untuk melihat toksisitas kepada subjek.
"Tapi untuk obat herbal langsung loncat ke percobaan kepada orang sakit," jelas Aty.
Sementara itu untuk fase ketiga dan keempat dilakukan saat obat sudah mulai dipasarkan.
Enam puluh pasien ini meminum obat anti-malaria dari kulit batang cempedak setiap hari selama lima hari dengan dosis 450 miligram.
"Setelah lima hari konsumsi, para pasien mengaku merasa lebih nyaman karena tidak merasakan demam, tidak menggigil, dan sakit kepala," ungkap Aty.
Pada hari kelima kondisi pasien kembali diperiksa dan parasit malaria ditemukan sudah menjadi negatif. Namun Aty menjelaskan bahwa kondisi ini akan terus dipantau hingga hari keduapuluh.
Formula yang sudah mendapatkan hak paten ini dikatakan Aty sudah mendapat tawaran untuk dipasarkan oleh industri, namun belum menemui kesepakatan.
Dari empat fase, para peneliti sudah melewati fase pertama yang merupakan fase toksik, yang bertujuan untuk melihat toksisitas kepada subjek.
"Tapi untuk obat herbal langsung loncat ke percobaan kepada orang sakit," jelas Aty.
Sementara itu untuk fase ketiga dan keempat dilakukan saat obat sudah mulai dipasarkan.
Enam puluh pasien ini meminum obat anti-malaria dari kulit batang cempedak setiap hari selama lima hari dengan dosis 450 miligram.
"Setelah lima hari konsumsi, para pasien mengaku merasa lebih nyaman karena tidak merasakan demam, tidak menggigil, dan sakit kepala," ungkap Aty.
Pada hari kelima kondisi pasien kembali diperiksa dan parasit malaria ditemukan sudah menjadi negatif. Namun Aty menjelaskan bahwa kondisi ini akan terus dipantau hingga hari keduapuluh.
Formula yang sudah mendapatkan hak paten ini dikatakan Aty sudah mendapat tawaran untuk dipasarkan oleh industri, namun belum menemui kesepakatan.
Sumber:
antaranews
antaranews
0 komentar:
Posting Komentar