Politikus merupakan salah satu elemen masyarakat yang memiliki peran berarti bagi suatu negara, karena dari kelompok inilah muncul figur-figur yang di antaranya berdiri sebagai seorang pemimpin. Karena peran dan fungsinya, konsultan politik Charta Politika memilih siapa politikus Indonesia yang paling berpengaruh pada 2010, dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Pramono Anung pun terpilih.
Seperti dikutip dari VIVAnews, Kamis (20/1/2011), politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengalahkan empat politikus lain yang tiga di antaranya merupakan rekan satu partai, yakni Tjahjo Kumolo, Gayus Lumbuun, dan Maruarar Sirait. Politikus yang satunya adalah Akbar Faizal dari Partai Hati Nurani Rakyat.
Pramono dinilai Charta sebagai politikus oposisi yang tidak hanya memiliki intensitas pemberitaan dan pernyataan yang tinggi di media, tetapi juga berhasil memerankan diri dengan baik sebagai komunikator politik yang santun di antara tokoh politisi partai oposisi pemerintahan lainnya.
"Menjadi oposisi sebenarnya lebih indah," ujar Pramono dalam sambutannya saat menerima penghargaan tersebut di Hotel Nikko, Jakarta.
Bahkan, menurut Pramono, dalam beberapa hal pemerintah terkesan ragu-ragu dalam menentukan langkah dan mengambil kebijakan. Selain itu, dia menambahkan, apabila ada kritik yang bernada agak keras, lantas ada semacam reaksi dari pemerintah.
Dalam pandangan dia, kritik sebagai sesuatu yang wajar dan sah di alam demokrasi. Namun, yang terpenting adalah langkah penyelesaian atas kritik mengenai suatu masalah tersebut.
Pramono menjelaskan bahwa dirinya tidak ingin bangsa Indonesia terkena epidemi tabalbo seperti yang dialami oleh negara Babilonia di zaman dahulu. Saat itu, Babilonia sempat menjadi pusat peradaban dunia, tetapi kemudian hancur karena perilaku politik yang semata mengkritik dan saling serang tanpa upaya penyelesaian masalah yang dihadapi.
"Epidemi tabalbo ini adalah saling menyalahkan, saling menyerang satu sama lain, tapi akhirnya tak satu pun masalah bisa diselesaikan," kata dia.
Dalam konteks masalah di Indonesia, Pramono menyebutkan bahwa berbagai masalah dihadapi pemerintahan bermunculan mulai dari kasus Gayus, Century, hingga polemik keistimewaan Yogyakarta. "Tetapi tak pernah satu pun masalah-masalah itu terselesaikan," kata mantan Sekretaris Jenderal PDIP itu.
Penganugerahan ini dilakukan Charta Politika karena menyadari penting adanya penelitian dengan metode survei berdasarkan penelusuran media (media tracking). Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh tokoh di media tersebut, Charta Politika melakukan survei tracking media.
Metode yang digunakan adalan purposive sampling di enam surat kabar nasional yaitu Kompas, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Republika, Rakyat Merdeka, dan Indo Pos.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah mengumpulkan dan menganalisis berita-berita nasional dengan memberikan pembobotan dan tone terhadap artikel berita tersebut berdasarkan isu, tokoh, dan lembaga. Periode penelitian dilakukan sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2010.
Penerima penghargaan Charta Politika lainnya adalah Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah (kategori pimpinan lembaga negara), Priyo Budi Santoso (kategori politisi parpol koalisi pemerintah), Burhanuddin Muhtadi (kategori aktivis LSM/pengamat politik), Gamawan Fauzi (kategori pimpinan kementerian), Alex Noerdin (kategori kepala daerah), dan Jusuf Kalla (lifetime achievement).
Sabtu, 26 Oktober 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar