Sedikitnya 32 desa di sekitar gunung Merapi, di kawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta untuk sementara berubah menjadi desa mati akibat ditinggal warganya mengungsi. Warga ‘dipaksa pergi’ karena letusan gunung teraktif di Pulau Jawa itu kian membesar, jauh lebih besar dibanding letusan pertama pada 26 Oktober 2010.
Seperti dikutip dari Media Indonesia, Jumat (5/11/2010), ke-32 desa tersebut berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang, Klaten, serta Boyolali di Jawa Tengah. Bahkan sejumlah posko pengungsian di Sleman telah dikosongkan karena sudah tak aman lagi.
Sejak Rabu (3/11/2010) Merapi tak henti-hentinya meletus dengan skala besar. Bahkan pada Kamis (4/11/2010) pukul 23.40 WIB gunung setinggi 2.914 meter dari permukaan laut (dpl) tersebut lagi-lagi meletus dengan disertai gemuruh hebat yang getarannya terasa hingga di Kelurahan Tidar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang berjarak sekitar 30 km dari Merapi. Bahkan warga Wonosobo yang wilayahnya berjarak sekitar 100 km dari Merapi, ikut merasakan getaran itu.
Bersamaan dengan suara gemuruh dan getaran tersebut, Merapi tak hanya memuntahkan abu vulkanik dan awan panas, namun juga kerikil yang langsung menghujani wilayah di sekitarnya selama hampir 30 menit. Petir pun sambar menyambar di perbatasan Magelang-Yogyakarta, sehingga ribuan warga yang mengungsi di beberapa lokasi, seperti di Kecamatan Pakem, Turi dan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dipindahkan tim relawan, TNI dan Polri ke Stadion Maguoharjo di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.
Abu vulkanik yang dimuntahkan Merapi membuat kawasan Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten, dan Boyolali lagi-lagi harus mengalami hujan abu, sehingga abu vulkanik yang menimbun wilayah ini kian tebal, dan sejauh mata memandang, wilayah ini seperti diselimuti ‘salju’ berwarna keabu-abuan. Hujan abu ini bahkan merambah hingga pusat kota Yogyakarta. Celakanya, seiring terjadinya hujan abu, beberapa kawasan di Yogyakarta dan Jawa Tengah diguyur hujan, sehingga jalanan menjadi berlumpur dan licin. Beberapa pengendara motor jatuh karena ban motornya slip, sementara di Jl. Abu Bakar Ali, Yogyakarta, hujan abu yang membuat jarak pandang menjadi pendek, memicu tabrakan beruntun yang melibat seuah motor, sebuah mobil Suzuki Carry, dan sebuah mobil Toyota Avanza. Kecelakaan ini membuat pengendara motor dan penumpangnya, Roswidayani (22) dan Suherman (29), luka-luka dan dilarikan ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Hujan abu yang dimuntahkan Merapi bahkan membuat puluhan pohon yang tumbuh di Desa Kedungpucang, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang berjarak sekitar 60 km dari Merapi, bertumbangan, diduga akibat tak kuat menahan beban abu vulkanik yang menimbun dahan, ranting, dan dedaunannya. Apalagi karena abu itu mengandung pasir. Padahal ketika Merapi meletus, getarannya tidak dirasakan oleh warga di kabupaten ini.
Seperti dikutip VIVAnews, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief, mengaku, berdasarkan informasi yang didapat, ketika Merapi meletus pada Kamis (4/11/2010) pukul 23.40 WIB, di puncak Merapi juga muncul bola api yang menerangi tempat itu.
Akibat letusan Merapi pada Kamis malam, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperluas area zona bahaya Merapi dari 15 km menjadi 20 km. Pasalnya, luncuran awan panas gunung ini yang semula paling maksimal hanya mencapai jarak 5 km dari puncak gunung, kini bisa mencapai 11 km lebih. Bahkan akibat letusan pada Kamis malam, sedikitnya 14 orang tewas akibat luka bakar yang disebabkan sambaran awan panas yang disebut warga sebagai wedhus gembel tersebut, sementara puluhan lainnya masih dirawat di rumah sakit RS Sardjito, Yogyakarta, karena menderita luka bakar ringan.
Detik.com mencatat, hingga Jumat (5/11/2010) pukul 08.45 WIB, jumlah korban tewas sejak Merapi meletus pertama kali pada 26 Oktober 2010, telah mencapai 49 orang. Para korban yang tewas akibat letusan Merapi pada Kamis malam terdiri dari 8 lelaki dewasa, 5 perempuan dewasa dan seorang anak laki-laki. Petugas forensic RS. Sardjito menjelaskan, jenazah para korban ini ditemukan di sekitar Sungai Gendol, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Berdasarkan informasi yang di-publish VIVAnews diketahui, para korban merupakan warga sebuah dusun di Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, yang permukimannya tak hanya diterjang wedhus gembel ketika Merapi meletus pada Kamis malam, tapi juga lahar panas. Pasalnya, ketika sebuah tim relawan yang menamakan diri Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjelajahi desa itu pada Jumat (5/11/2010) dinihari, tim menemukan adanya sebuah dusun di Desa Argomulyo yang dipenuhi lumpur panas. Banyak yang tewas di dusun yang berjarak sekitar 13 km dari puncak Merapi ini, sehingga Karena keterbatasan angkutan, ACT mengutamakan untuk mengevakuasi yang masih selamat.
"Yang tewas kami biarkan dulu, " kata Bayu, Direktur Program ACT.
Argomulyo merupakan desa yang terparah terkena erupsi Merapi pada Kamis malam.
Hingga Jumat (5/11/2010) pukul 09.00, seperti dilaporkan Detik.com, Merapi masih saja beringas dengan memuntahkan awan panas, sehingga diperkirakan jumlah korban akibat letusan gunung Merapi yang terhebat sejak 1870 ini masih akan terus bertambah, karena korban luka bakar tak hanya ditemukan di Sleman, tapi juga Klaten.
Senin, 23 Desember 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar