Indonesia sedang dililit tujuh permasalahan besar yang membuat negara kepulauan ini terjerembab dalam bahaya. Presiden sebagai pemegang tertinggi mandat rakyat dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.
Hal itu terungkap dalam sarasehan yang dihadiri 45 tokoh di Jakarta dalam rangka menyambut peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Senin (8/8/2011).
Menurut Sukardi Rinakit, peneliti senior Soegoeng Sarjadi Syndicate sebagai penggagas pertemuan, ketujuh krisis tersebut adalah krisis kewibawaan kepala negara dan pemerintahah, krisis kepercayaan terhadap parpol dominan dan parlemen, krisis efektivitas penegakan hukum, krisis kedaulatan sumber daya alam, krisis kedaulatan pangan, krisis pendidikan, dan krisis integrasi nasional.
“Karena itu kita akan segera membentuk Majelis Penyelamat Negara. Akan ada tim kecil yang merumuskan itu. Nanti kita akan bentuk presidiumnya,” katanya kepada wartawan yang meliput sarasehan tersebut.
Para tokoh yang hadir di antaranya mantan hakim agung Bismar Siregar, mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ali Yafi e, pengamat politik Soegeng Sarjadi, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution, mantan Kepala Staf TNI-AD Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto, anggota Dewan Pertimbangan Nasional Demokrat Djaffar Assegaff, aktivis Hariman Siregar, dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Martinus Situmorang.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution bahkan menyeru kepada DPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sedang Tyasno Sudarto merasa pemerintahan saat ini telah mengingkari cita-cita bangsa sehingga harus segera dilaksanakan perubahan.
“Ayo, kita yakinkan perubahan harus dilaksanakan karena kita selama ini sudah ingkar dengan hikmat Allah. Ingkar terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.
KH Ali Yafie menilai sudah saatnya bangsa Indonesia melakukan revitalisasi semangat proklamasi kemerdekaan dan akhlak kepemimpinan. Ia mempertanyakan peran pemerintah untuk mewujudkan cita-cita itu. “Terbukakah telinga pemerintah mendengar jeritan rakyat yang sedang tenggelam dalam lumpur bencana alam dan bencana moral?” tanyanya.
Ia meminta rakyat jangan hanya berpangku tangan, mudah menyerah, dan membiarkan masa depan diombang-ambingkan oleh keadaan. Bagi pemimpin, lanjutnya, harus memberikan contoh yang baik. “Marilah, kita kobarkan kembali semangat juang untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan,“ imbuhnya.
Mgr Martinus Situmorang menambahkan, bangsa Indonesia sedang tersandera oleh pembusukan kepentingan yang luas yang dilakukan oleh oknum yang duduk dalam birokrasi, pemerintahan, dan aparat penegak hukum.
Senin, 23 Desember 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar