Sedikitnya delapan wilayah di Indonesia diserang wabah ulat bulu. Para pakar menyatakan, wabah ini murni karena faktor alam, bukan bioteror atau serangan biologis.
Data yang dihimpun, Selasa (12/4/2011), menyebutkan, delapan wilayah tersebut adalah Probolinggo, Mojokerto, Bojonegoro, Bekasi, Semarang, Bali, Kendal, dan Bandung. Hewan ini menyerang pepohon, dan memasuki rumah-rumah penduduk dan sekolah. Jumlahnya ribuan ekor.
Wabah ini pertama kali muncul di Probolinggo pada 27 Maret 2011, dan kemudian secara beruntun muncul di wilayah lain. Terakhir di Bandung pada Selasa (12/4/2011). Di Probolinggo, ulat bulu menyerang ratusan pohon mangga milik warga di Kecamatan Bantaran, Leces, Sumberasih, dan Tegalsiwalan.
Munculnya ulat bulu dalam jumlah ribuan ini menakutkan warga yang wilayahnya diserang. Seperti diberitakan Okezone.com, di Bandung, ratusan ulat bulu menyerang pohon Katapang Kencana yang tumbuh di halaman salah satu warga Perumahan Cibolerang Kecamatan Babakan Ciparay. Hewan kecil berbulu dan dapat menimbulkan gatal-gatal itu memenuhi batang dan cabang pohon tersebut, serta memakan habis semua daunnya, hingga pohon itu menjadi gundul.
"Kami akan menyemprot pohon itu, dan juga akan menyemprot taman-taman kota untuk mencegah penyebaran ulat bulu-ulat bulu itu. Di antaranya taman kota di Tegalega, Balaikota, dan Pendopo Kota Bandung," ujar Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung, Yogi Supardjo.
Peneliti Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Aunu Rauf mengatakan, serangan ulat bulu ini bukan bioteror atau serangan biologis yang dilancarkan pihak tertentu untuk menimbulkan kepanikan warga.
"Tidak ada yang menebar. Bukan bioteror, hanya saja ada fenomena tersebut sudah lama ada, tetapi tiarap terus. Sekarang muncul karena dulu dikekang," katanya kepada okezone, Senin (11/4/2011).
Diakui, serangan ulat bulu yang terjadi di berbagai daerah ini merupakan fenomena alam yang sering berlangsung setiap tahun. Ini terjadi karena curah hujan cukup panjang yang membuat musuh alaminya hilang.
"Karena itu masyarakat tidak usah khawatir," tegasnya.
Senada dengan Aunu, pakar hama dan penyakit tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Suputa, mengatakan, wabah ulat bulu tersebut terjadi akibat meningkatnya populasi hewan tersebut yang diakibatkan oleh perubahan iklim, terutama peningkatan temperatur lingkungan yang mempercepat siklus hidup ulat itu.
"Selain itu, peningkatan juga terjadi diakibatkan oleh semakin berkurangnya musuh alami ulat bulu, seperti burung, parasitoid, dan predator lain," kata Suputa dalam diskusi Fenomena Wabah Hama Ulat Bulu di Jawa Timur, Yogyakarta, Kamis pekan lalu.
Menurut dia, akibat tingginya populasi, serangan ulat bulu di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, dan daerah-daerah lain, semakin memprihatinkan. Apalagi karena ulat bulu-ulat bulu itu tidak hanya menyerang pepohonan, tapi juga memasuki rumah-rumah penduduk. "Daun mangga varietas Manalagi di empat kecamatan di Probolinggo yang diserang, habis dimakan ulat bulu, sehingga hanya tinggal ranting dan batangnya," katanya.
Ia mengatakan, ulat bulu di Probolinggo memilih menyerang daun mangga Manalagi dibanding varietas pohon mangga lain, karena ulat bulu dewasa meletakkan telurnya di sana. "Ulat bulu bukan termasuk kupu-kupu, tetapi sebangsa ngengat. Diduga ngengat ulat bulu itu yang meletakkan telur pada celah kulit pohon mangga atau di bawah daun," katanya.
Menurut dia, serangan ulat bulu tersebut bukan fenomena baru, karena sebelumnya pernah terjadi serangan serupa. Bahkan, pernah terjadi tanaman lombok se-Jawa yang layu menguning akibat serangan hama tanaman. "Terdapat dua spesies ulat bulu yang menyerang daun mangga di Probolinggo, yakni arctornis sp dan Lymantria atemeles Collenette. Ulat bulu itu bersifat nokturnal, yakni ulat yang aktif pada malam," katanya.
Ia mengatakan tidak mengherankan jika pada malam sering terdengar seperti suara hujan, padahal saat itu sesungguhnya ulat bulu sedang memakan daun-daun mangga. "Jika serangan ulat ini dibiarkan, maka akan banyak pihak mengalami kerugian. Selain ketakutan juga kerugian secara ekonomi," katanya.
Oleh karena itu, pengendalian terhadap populasi ulat menjadi langkah yang harus segera dilakukan. Terlebih kemampuan produksi telur ulat betina mencapai 70-300 butir per ulat. "Pengendalian hama terpadu dengan pendayagunaan musuh alami, burung, parasitoid, perangkap lampu UV, dan penggunaan perangkap feromon seks perlu dilakukan," katanya.
Rabu, 26 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar