Belum tuntas penanganan bencana akibat gempa berkekuatan 7,2 pada skala Ritcher (SR) yang disusul gelombang tsunami yang melanda Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada Senin (25/10/2010) pukul 21.42 WIB, kabupaten itu kembali diguncang gempa, Sabtu (30/10/2010) pukul 01.05 WIB.
Seperti dikabarkan Detik.com, menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa berkekuatan 5,1 SR tersebut berpusat di 108 Km barat daya Kecamatan Pagai Selatan dengan berkoordinat 3.45 lintang selatan (LS ) - 99.42 bujur timur (BT). Gempa terjadi pada kedalaman 27 km. Gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Sementara itu, terkait gempa dan tsunami pada Senin lalu, hingga kini jumlah tewas akibat akibat bencana ini mencapai 413 orang meninggal, sementara yang masih hilang sebanyak 298 hilang. Selain itu, 270 Orang luka berat, 162 luka ringan, dan 12.935 orang terpaksa hidup di barak-barak pengungsian karena rumah mereka hancur dan rata dengan tanah akibat sapuan gelombang tsunami.
Kepada Media Indonesia, Rohana Manaloppa (21), warga Desa Maonai, Kecamatan Pagai Selatan, Kabupaten Mentawai, yang menjadi salah seorang korban selamat, bercerita, ketika gempa berkekuatan 7,2 SR mengguncang, guncangan yang dirasakan memang tidak sehebat guncangan gempa pada 12 September 2007 yang berkekuatan 8,4 SR.
"Waktu itu kami memang sempat kaget juga, tapi kemudian ada yang kembali tidur. Kami sama sekali tak menyangka ada tsunami," katanya.
Bersama kakak-kakaknya, Ermelita Triana, Yudi Suriata, dan Ilderita Foranja, Ana, demikian gadis itu disapa, kembali melanjutkan bersantai di dalam rumah sambil bercanda.
"Sekitar 10 menit setelah gempa, tiba-tiba terdengar bunyi bergemuruh dari arah pantai. Semula kami menyangka itu pesawat terbang. Karena heran, saya dan Kak Ita (Ilderita), pergi ke luar rumah untuk melihat pantai," imbuhnya.
Begitu pintu depan dibuka, Ana dan Ita kaget karena ombak setinggi 8 meter tengah bergerak ke arah mereka sambil menghantam beberapa rumah di depan rumahnya.
"Kami langsung berlari ke arah bukit. Kami terpisah," imbuh Ana lagi.
Malang tak dapat ditolak dan untuk tak dapat diraih, gelombang tsunami yang dahsyat menggulung mereka dan semua yang ada di sekitarnya. Ita yang berusaha berpegangan pada bangunan gereja, dihempas gelombang ke tepi bukit. Begitupula Ana. Setelah tsunami berlalu, surut kembali ke laut, keduanya mengungsi. Kejadian ini membuat Ana kehilangan kedua kakaknya yang lain, Ermelita dan Yudi, yang tak sempat menyelamatkan diri, serta kedua orangtuanya yang saat kejadian sedang berkunjung ke rumah famili di Dusun Purourougat yang juga diterjang tsunami.
"Sampai sekarang, setiap malam saya masih belum bisa tidur karena kejadian itu terbayang-bayang di depan mana," kata Ana lagi seraya berlinangan air mata.
Di Dusun Purourougat, Hormat Sitalsaogo (71), hanya dapat termenung dengan mata berkaca-kaca seraya bertopang pada tongkatnya, karena banyak sekali kerabat kakek ini yang tewas diterjang tsunami. Bahkan dusunnya hancur total karena dikikis gelombang laut pembunuh itu.
Minggu, 13 Juli 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar