Sumber Artikel Internet

Rabu, 02 Juli 2014

Indonesia di Ambang Era Deindustrialisiasi

Pergerakan perekonomian Indonesia makin lancar menuju era deindustrialisasi. Hal itu ditandai dengan beralihnya para produsen yang tergolong pengusaha kecil dan menengah menjadi sekadar pedagang.

Seperti dikutip dari Harian Media Indonesia, Kamis (20/1/2011), fakta ini terungkap berdasarkan hasil survei Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di lima provinsi pada 2010. Hasil survei disampaikan oleh ekonom Universitas Padjajaran Ina Primiana dalam diskusi di Jakarta, Rabu (19/1/2011).

Menurut ISEI, hasil survei di lima kota tersebut, antara lain Jakarta, Bandung, dan Surabaya, menunjukkan, mayoritas penjahit penghasil produk tekstil industri rumah tangga telah berganti profesi menjadi pedagang karena mengalami banyak hambatan selama menjadi produsen.

Misalnya, kesulitan bahan baku, tidak mampu bersaing dengan produk impor, terutama dari China, yang harganya lebih murah, dan lain-lain, sehingga mereka merasa lebih nyaman menjadi pedagang.

Padahal, tegas Ina Primiana, usaha rumah tangga seperti itu merupakan embrio industri. Karenanya, apabila embrionya saja sudah tidak mampu bertahan, apabila tidak ada pembenahan, dalam waktu 2-3 tahun industri nasional dikhawatirkan ambruk.

Menanggapi hasil survei ini, ekonom Didik J Rachbini mengatakan, survei ini menjadi bukti bahwa kesejahteraan rakyat Indonesia tidak semakin baik. Bahkan angka kemiskinan bukan 30 juta orang seperti diklaim pemerintah, melainkan 70 juta orang sebagaimana jumlah sasaran beras untuk orang miskin (raskin).

Didik menilai, pemerintah terlalu sibuk memainkan peran sebagai politisi. "Dua pertiga waktu mereka habis hanya untuk kepentingan sendiri, keamanan partai, dan koalisi. Sisanya baru untuk menangani masalah ekonomi," katanya.


Sudah terendus lama

Ancaman deindustrialisasi sebenarnya sudah lama terendus. Saat rakornas Kadin Indonesia di Jakarta pada 29 Agustus 2008 misalnya, organisasi ini sudah memberitahu kalau ancaman deindustrialisasi di Indonesia sudah semakin dekat. Ini ditandai oleh makin banyaknya industi yang terpaksa gulung tikar, termasuk di kelompok sunset industry, akibat berbagai persoalan, seperti kenaikan harga BBM pada Mei 2008, pasokan listrik, dan gejolak eksternal. Kadin bahkan mencatat, hingga awal 2008, industri hanya tumbuh sekitar 5,69%, melambat hampir 2% sejak 2004, dan bahkan diproyeksikan akan terus melambat. Pertumbuhan industri terendah terjadi pada industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki yang pertumbuhannya semakin memprihatinkan dari minus 3,68% menjadi minus 7,10%.

Dua sektor lainnya adalah industri barang lainnya dari minus 2,82% pada akhir 2007 menjadi minus 6,88%, serta industri barang kayu dan hasil hutan yakni minus 0,06%, meski masih lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang minus 1,74%.

"Keterpurukan kelompok industri itu diperparah oleh kebijakan kenaikan harga BBM Mei 2008, ketidakpastian ekonomi makro dan kekurangan pasokan listrik," papar MS Hidayat yang ketika itu menjabat sebagai, ketua umum Kadin Indonesia.

Pada Desember 2010, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga mengungkapkan, bahwa saat ini perekonomian nasional mulai bergerak ke arah deindustrialisasi. Ketua P2 LIPI, Widjaya Adi, menjelaskan, setidaknya ada tiga indikator yang menunjukkan mulai bergeraknya perekonomian nasional ke arah ini.

Indikator pertamanya, tingkat penyerapan tenaga kerja ke sektor industri makin menurun dibandingkan serapan tenaga kerja sektor lain seperti pertanian, pertambangan dan jasa. Berdasarkan catatan LIPI, pertumbuhan serapan tenaga kerja di sektor industri pada 1990-1999 mencapai 5%. Penurunan terlihat dengan persentase penyerapan tenaga kerja sektor industri pada kurun waktu 2000-2009 yang hanya 1,1%.

Sedangkan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dalam waktu 2000-2009 tumbuh 1%, naik dibandingkan kurun waktu 1990-1999 yang berada di kisaran -1%.

Hal serupa pun terjadi pada sektor jasa. Pertumbuhan serapan tenaga kerja sektor jasa pada 1990-1999 mencapai 1,8% dan meningkat hingga menyentuh angka 3,2% pada 2000-2009. "Jadi kalau tidak ada langkah kongret dari pemerintah sejak saat ini, maka penurunan serapan tenaga kerja akan terus terjadi," tegas Widjaya.

Indikator kedua, deindustrialisasi terlihat dari menurunnya kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Jika dibanding sektor primer, kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional terbilang masih sangat lemah.

"Besarnya kontribusi sektor primer ini merupakan ciri perekonomian menuju deindustrialisasi," tandasnya.

Indikator ketiga terlihat dari penurunan jumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri.


"Sulit mengatakan Indonesia akan terbebas dari deindustrialisasi karena tren sudah kearah sana," tegas Widjaya lagi.
(diolah dari berbagai sumber)

Indonesia di Ambang Era Deindustrialisiasi Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar