Restoran Buddha-Bar (BB) akhirnya ditutup Pemprov DKI Jakarta, Rabu (28/7/2010), setelah selama 20 bulan umat Buddha Indonesia memperjuangkannya. Penutupan dilakukan setelah sekitar 2.000 umat Buddha yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tutup Buddha Bar (AMTBB), nyaris bentrok dengan satu kompi pasukan huru hara (PHH) kepolisian saat berdemo di depan restoran yang berlokasi di Jl. Teuku Umar No 1, Menteng, Jakarta Pusat, tersebut.
Penutupan resmi dilakukan setelah Camat Menteng Efri, Wakapolsek Menteng Iptu D. Situmorang, dan para pemuka agama Buddha, seperti Romo Sumedho, menandatangani nota kesepakatan penutupan Restoran BB. Sayang, manajemen Restoran BB menolak ikut menandatangani nota penutupan tersebut, sehingga umat Buddha tidak sepenuhnya merasa puas dan bahkan mengancam akan membakar Restoran BB jika setelah nota ditandatangani, restoran dioperasikan kembali.
Camat Menteng Efri mengatakan, penutupan ini didasari dua aspek, yakni aspek hukum terkait nama Buddha-Bar yang dipermasalahkan umat Buddha, dan faktor ketertiban. Namun demikian, dia juga mengatakan kalau penutupan yang dilakukan Rabu kemarin merupakan penutupan secara simbolis.
“Tapi kami jamin restoran ini tidak akan beroperasi kembali,” katanya.
Sebelum penutupan dilakukan, umat Buddha menggelar aksi demo di Bundaran HI, dimana di lokasi ini mereka bukan hanya menggelar orasi , tapi juga mengusung spanduk sepanjang 1.500 meter yang berisi tandatangan umat Buddha dari seluruh Indonesia yang menyatakan mendukung penutupan Restoran BB. Dari sini, massa melakukan long march ke Kedutaan Besar Perancis di Jl. MH Thamrin, dan menuntut agar pemerintah Perancis mendesak George V. Restauration selaku pemilik merek BB, agar membatalkan kerjasamanya dengan PT. Nireta Vista Creative (NVC) selaku pemilik Restoran BB, sehingga Restoran BB tak ada lagi di bumi Indonesia.
Permintaan massa ini ditanggapi Dubes Perancis untuk Indonesia, Philipe Zeler, dengan menerima tiga perwakilan massa, yakni Kevin Wu, Romo Sumedho, dan Humas AMTBB Karya Elly, untuk beraudiensi. Ketika pertemuan berlangsung, perwakilan menjelaskan kalau sebenarnya nama BB tak boleh lagi digunakan PT. NVC untuk restorannya, karena meski merek dagang itu telah didaftarkan di Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM RI, namun pada 15 April 2009, Dirjen HAKI telah membatalkan pendaftaran merek tersebut.
Selain itu, penggunaan nama BB sangat menyinggung harga diri dan perasaan umat Buddha, karena Restoran BB tak hanya menjual makanan dan minuman ringan, tapi juga minuman keras dan menyajikan sexy dance yang penari-penarinya mengumbar syahwat dan melakukan gerakan-gerakan erotis. Padahal dekorasi restoran itu dihiasi patung Buddha dan ornamen-ornamen agama Buddha.
Philipe mengaku tidak mengetahui hal ini, dan berjanji akan membicarakan keresahan umat Buddha Indonesia kepada pemerintahnya. Namun demikian, untuk mendukung apa yang akan disampaikannya kepada pemerintah Perancis, Philipe meminta AMTBB memberikan data-data pendukung atas penolakannya terhadap keberadaan Restoran BB.
Bentrok nyaris terjadi di depan Restoran BB, karena massa yang kemudian melanjutkan long march dari Kedubes Perancis ke Restoran BB, memang sudah geregetan terhadap eksistensi restoran yang menggunakan gedung eks kantor Imigrasi di Jl. Teuku Umar No 1 itu. Mereka bahkan telah sepakat, apapun yang terjadi, Rabu (27/7/2010) itu juga Restoran BB harus sudah tutup!
“Selama 18 bulan kami berjuang, baik melalui aksi demo maupun jalur hokum, tidak ada hasilnya! Restoran ini tetap eksis! Maka apapun yang terjadi, hari ini (kemarin-red) juga restoran itu harus tutup!” tegas Sugiman, kordinator lapangan aksi.
Begitu tiba di depan restoran, massa langsung mengepung pintu sebelah barat yang dilapisi papan-papan kayu berwarna coklat. Aparat kepolisian dari Polsek Menteng dan Polres Jakarta Pusat yang sudah bersiaga sejak awal, langsung bersiaga dengan membuat barikade di depan pintu tersebut. Akibatnya, ketika massa akan mendobrak pintu, mereka harus berhadapan dengan polisi. Bahkan Yongky, peserta aksi, nyaris ditangkap karena ngotot ingin mendobrak pintu tersebut.
Suasana kian memanas ketika polisi yang memblokade pintu diganti satu kompi PHH bersenjatakan tameng dan pentungan, dan dua truk polisi didatangkan dari Polsek dan Polres, dan ditempatkan di halaman restoran untuk menghadapi massa jika mereka berhasil menjebol pintu.
Dialog pun di kedepankan untuk meredam kemungkinan terjadinya chaos. Pihak kepolisian, kecamatan, manajemen Restoran BB, dan perwakilan massa, berunding. Hasilnya adalah, restoran ditutup agar emosi umat Buddha mereda.
Penutupan secara simbolis dilakukan dengan mencopot tulisan “Buddha Bar” dari logam yang berada di bagian atas pintu masuk Restoran BB. Massa pun bersorak sorai.
“Tapi perjuangan ini belum selesai, karena pada 11 Maret 2009 Pemptov DKI Jakarta pernah menutup Restoran BB dan manajemen restoran menurunkan papan nama Restoran BB. Tapi beberapa hari kemudian papan itu dipasang kembali, dan restoran beroperasi seperti semula. Kalau ini pun terjadi lagi, kami takkan diam. Restoran ini akan kami bakar!” ancam Karya Elly.
Wakapolres Jakarta Pusat AKBP Andri Wibowo mengatakan, setelah ditutup, Restoran BB akan disegel.
Sabtu, 09 Agustus 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar