'Musibah tidak melulu berarti petaka'. Mungkin inilah pemeo yang digunakan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pasalnya, meski aktifitas gunung Merapi belum normal 100 persen, namun instansi ini berani menawarkan program wisata ke daerah-daerah yang luluh lantak akibat letusan gunung itu pada akhir September-November 2010.
Seperti dikutip dari VIVAnews, Senin (10/1/2011), Kepala Dinas Pariwisata DIY, Tazbir, mengatakan, program wisata yang ditawarkan dinamakan 'Lava Tour'. Program yang dipromosikan sejak akhir 2010 ini menawarkan paket wisata di lereng Merapi.
"Program ini cukup ampuh untuk menyedot puluhan ribu wisatawan baik dari dalam maupun dari luar negeri, sehingga program ini kami jadikan program andalan," katanya.
Tak tanggung-tanggung, karena keampuhan program ini, Dinas Pariwisata berani menaikkan target kunjungan wisatawan domestik menjadi 1,6 juta dan mancanegara 200 ribu orang pada 2011. Dibandingkan tahun lalu, target ini naik 200 ribu orang untuk domestik, dan 30 ribu orang untuk mancanegara. Bahkan agar target itu tercapai, instansi ini telah menyiapkan sedikitnya 40 kegiatan pariwisata untuk tahun ini.
Seperti diketahui, akibat letusan Merapi yang dimulai pada 26 September 2010, sejumlah desa di lereng Merapi, seperti lima desa di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY, yakni Desa Kepuharjo, Umbulharjo, Glagaharjo, Wukirsari, dan Argomulyo, luluh lantak diterjang awan panas dan ditimbun material vulkanik, sehingga sejauh mata memandang, di dusun ini hanya ada hamparan abu vulkanik, pepohonan yang meranggas, dan rumah yang tinggal puing-puing. Bahkan beberapa kali, seperti Kali Gendol dan Kali Opak, ditimbun muntahan material vulkanik, sehingga tak hanya menjadi dangkal, tapi juga mengalami penyempitan secara signifikan.
Ketua Badan Promosi Pariwisata Kota Yogyakarta, Deddy Pranowo Eryono, mengakui, paca redanya erupsi Merapi pada bulan November 2010, membuat sektor wisata di daerahnya kembali menggeliat, meski belum sepenuhnya normal. Bahkan tingkat hunian hotel bintang dan kelas melati pada akhir 2010 mampu mencapai 90 persen.
"Kita berharap dengan diturunkannya status Merapi (dari Awas menjadi Siaga), dan nantinya status merapi kembali ke aktif normal, dapat menjadi magnet wisatawan untuk datang ke Yogyakarta, karena Yogyakarta secara keseluruhan sudah aman untuk dikunjungi," imbuhnya.
Saat ini, meski Merapi tidak lagi bererupsi, gunung setinggi 2.968 meter dari permukaan laut (dpl) itu masih menyisakan ancaman bagi wilayah di sekitarnya. Ancaman tersebut berupa banjir lahar dingin yang terjadi jika puncak gunung api paling aktif di Nusantara itu disiram hujan deras. Bahkan banjir lahar dingin yang terjadi Minggu (8/1/2011) malam memutus jalan utama yang menghubungkan kota Yogyakarta dan Magelang hingga sepanjang 300 meter. Ketinggian banjir yang membawa lumpur dan material batuan itu mencapai dua meter. Banjir ini juga membuat sejumlah rumah di sebelah barat dan timur Kali Putih, Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tenggelam akibat luapan lahar dingin dari kali itu.
Maryati, seorang warga yang bermukim di sebelah barat Kali putih mengatakan, luapan lahar terjadi dalam hitungan menit mulai pukul 18.00. Tak ada korban dalam musibah ini, lantaran semua warga sudah diungsikan sebelumnya.
Kamis, 20 November 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar