Sedikitnya 100 gay di Uganda kini hidup dalam ketakutan. Pasalnya, sebuah koran menulis artikel bertajuk '100 homo Uganda', lengkap dengan nama, foto, dan alamat gay-gay tersebut, sehingga masyarakat Uganda yang memang masih anti gay, menjadi reaktif. Mereka tak hanya mengintimidasi para gay itu, tapi juga menyerangnya.
Seperti dikutip dari laman Vivanews, Kamis (21/10/2010), gay-gay itu diserang tak lama setelah artikel tersebut. Rumah para gay itu bukan hanya dilempari batu, tapi juga diiintimidasi ketika berada di jalan, ditangkap secara sewenang-wenang, dilecehkan, dan mengalami kekerasan fisik.
Koran yang memuat artikeltersebut bernama Koran Rolling Stone, namun sama sekali tidak ada hubungannya dengan koran Rolling Stone yang terbit di Amerika.
Sejak dimuatnya artikel ini pada 9 Oktober 2010, sedikitnya empat kaum gay Uganda menjadi sasaran kekerasan dan sisanya berusaha menyelamatkan diri dan bersembunyi.
Artikel ini terbit setelah setahun sebelumnya parlemen Uganda memperkenalkan undang-undang yang memberlakukan hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi pelaku homoseksual. Atas desakan dunia internasional, undang-undang ini dipetieskan.
Tidak dilanjutkannya lagi pembahasan mengenai UU ini bukan berarti sentimen anti-homoseksual mereda. Namun, justru semakin berkobar. Menurut laporan dari kelompok Minoritas Seksual Uganda, lebih dari 20 gay mengalami serangan dan 17 lainnya telah ditahan pada setahun terakhir di Uganda. Angka ini bertambah dari dua tahun sebelumnya, sebelum isu UU tersebut dihembuskan.
"Sebelum pengajuan UU ini di parlemen, kebanyakan masyarakat tidak peduli mengenai aktivitas kami. Namun sejak UU itu diajukan, kami banyak dilecehkan oleh orang-orang yang membenci homoseksual,” ujar Patrick Ndede, seorang gay yang berusia 27 tahun, seperti dilansir dari laman Associated Press.
Setelah koran itu terbit, Pemerintah Uganda mengeluarkan larangan terbit bagi koran tersebut. Pelarangan terbit bukan lantaran materi berita, namun karena koran itu memang ilegal. “Setelah koran menyelesaikan dokumen-dokumen, mereka diperbolehkan untuk menerbitkan edisinya lagi,” ujar Paul Mukasa, sekretaris Dewan Pers Uganda.
Kamis, 15 Agustus 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar