Demo tuntut pembubaran Ahmadiyah. (int) |
Aliran atau sekte Ahmadiyah didirikan pada akhir abad 19, tepatnya pada 1889, oleh Mirza Ghulam Ahmad, pria kelahiran Qadian, India, pada 1835, yang mengaku telah diangkat sebagai al-Mahdi dan al-Masih oleh Allah SWT, dan secara moral diberikan tugas serta tanggung jawab untuk memajukan Islam dan ummat Muslim dengan memberi interpretasi baru terhadap ayat-ayat al-Qur-an sesuai dengan tuntutan zaman, sebagaimana diilhamkan Tuhan kepadanya. Menurut sejarah, nenek moyang Mirza berasal dari Samarqand, sebuah kota di Timur Tengah, yang pindah ke India pada 1530, ketika negeri itu masih dikuasai Emperor Babar dari dinasti Mughal. Begitu pindah ke India, nenek moyang Mirza tinggal di Gundaspur, Punjab, dan membangun kota yang diberi nama Qadian, kota yang kemudian menjadi tempat kelahiran Mirza. Konon, famili Ghulam Murtada, ayah Mirza, masih keturunan Haji Barlas dari dinasti Mughal. Karenanya, tak heran, jika di depan nama keturunan keluarga tersebut diberi nama Mirza.
Ketika kecil, Mirza tidak pernah belajar di sekolah, madrasah ataupun di suatu institusi pendidikan formal. Pada usia 7 tahun, dia dididik oleh seorang guru privat bernama Fazl Ilahi, seorang penduduk Qadian penganut mazhab Hanafiah. Dari gurunya inilah Mirza mengenal Al-Quran dan beberapa dasar buku pelajaran berbahasa Farsi.
Rumah tokoh Ahmadiyah di Cikeusik. |
Saat Mirza anak-anak, remaja, hingga dewasa, India dan dunia, termasuk dunia Islam, tengah mengalami perubahan yang signifikan akibat pergolakan sosio-politik yang dipicu oleh perkembangan teknologi dan watak imperialisme Barat terhadap negara-negara di seluruh belahan dunia. Inggris bahkan berhasil menjajah India, Mesir, dan beberapa negara lainnya. Kondisi ini diperparah oleh kebangkitan Kristen yang ditandai oleh dibentuknya missi-missi Kristen yang digerakkan ke seluruh dunia sejak 1804, khususnya setelah British & Foreign Bible Society terbentuk. Bahkan kurun waktu antara 1815 hingga 1914 telah ditetapkan sebagai The Great Century of World Evangelization (Abad Agung Penginjilan Dunia), dan India merupakan salah satu target besar bagi gerakan penginjilan/kristenisasi itu, sehingga dalam waktu relatif singkat, jutaan orang berhasil dikristenkan oleh para missionaris.
Gerakan kristenisasi ini membuat penganut agama Hindu yang menjadi penduduk mayoritas negeri itu, melakukan perlawanan, sehingga muncullah kelompok-kelompok Neo-Hindu yang gencar menghadapi perkembangan zaman. Yang paling militan dan agressif di antaranya adalah sekte Arya Samaj (Aryan Society) yang didirikan pada 1875 di Bombay oleh Swami Dayananda Saraswati. Ini adalah suatu gerakan yang ingin mengembalikan kemurnian agama Hindu dan menampilkannya sebagai suatu kebanggaan nasional India. Swami Dayananda Saraswati yang lahir pada 1824 dan meninggal pada 1883, mulai mengembangkan ajaran Neo-Hindu-nya pada 1865. Aliran dari ajarannya ini banyak, dan sangat menentang pemahaman-pemahaman Hindu Brahma yang ortodox. Mereka bahkan juga melancarkan serangan besar-besaran terhadap Kristen dan Islam. Swami Dayananda Saraswati yang digelari "Hindu Luther" oleh penentangnya, juga menulis sebuah 'Bible' Arya Samaj yang bernama Satyarth Prakash, yang berisikan penafsiran/terapan-terapan ayat Veda yang menggambarkan sikap Hindu terhadap agama-agama lainnya, dan terhadap permasalahan-permasalahan sosial kontemporer. Sekte ini berkembang menjamur di India dengan cepat, khususnya di wilayah Punjab.
Mirza Ghulam Ahmad |
Penerbitan buku-buku itu menimbulkan gejolak tak hanya di kalangan non muslim, namun juga di kalangan umat muslim, karena dalam Barahiin Ahmadiyya jilid I edisi pertama pada catatan kaki di halaman 238, Mirza menulis kalau dia menerima wahyu dari Allah SWT bahwa dia adalah ma'mur minallah (utusan Allah), dan menyatakan dirinya sebagai Mujaddid. Lebih parah lagi karena pada akhir 1890 dia mengaku menerima wahyu yang menyatakan bahwa Nabi Isa AS telah wafat dan Almasih yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman adalah dia orangnya. Bahkan pada 1891, dia mengklaim bahwa dirinya bukan saja Almasih, tapi juga Imam Mahdi.
Tak pelak, gelombang penentengan terhadapnya kian marak. Namun sayangnya, klaim-klaim Mirza kadung dipercayai sejumlah umat Islam, sehingga atas kemauan sediri, pada 23 Maret 1889 sedikitnya 40 orang di bai'at di Ludhiana, dan menjadi pengikutnya yang kemudian dikenal sebagai Jemaat Ahmadiyah. Jumlah jamaat ini terus bertambah, dan bahkan kini menyebar ke sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia.
Dicurigai aliran buatan Inggirs
Ada yang menarik dari sepak terjang Mirza dan ajarannya, karena keluarga Mirza pernah menjadi pembantu setia pemerintah kolonial Inggris di India. Bahkan jauh sebelum itu, keluarga ini sudah menjalin kerja sama yang erat dengan pimpinan kaum Sikh, Ranjat Singh, yang juga merupakan sekutu pemerintah kolonial Inggris. Karenanya, tak heran jika selama aliran Ahmadiyah berkembang di India, Inggris tidak pernah memusingkannya, dan bahkan seperti memberi jalan untuk tumbuh dan berkembangnya aliran itu. Kedekatan Mirza dengan pemerintah kolonial Inggris ini tercermin dari pernyataannya berikut ini ;
"Sungguh sejak masa mudaku sampai hari ini, aku dalam usia 60 tahun, aku menjadi orang yang gigih berjuang dengan lisan dan penaku supaya aku dapat memalingkan keikhlasan hati kaum Muslimin kepada pemerintah Inggris karena kebaikannya, dan bersikap lunak kepadanya. Dan aku mengajak mereka, agar mereka menghilangkan pikiran untuk berjihad (terhadap Inggris), dimana pikiran seperti itu masih diikuti oleh
sebagian mereka yang bodoh-bodoh, dan pikiran semacam itulah yang mencegah mereka tidak mau patuh kepada pemerintah Inggris."
Bahkan Basyiruddin Mahmud, putera Mirza Ghulam Ahmad, ketika Putera Mahkota Kerajaan Inggris berkunjung ke India, menyatakan:
"Kami atas nama seluruh warga Ahmadiyah mengucapkan Selamat datang atas kunjungan Tuan ke India, dan kami tegaskan kepada Tuan bahwa warga Ahmadiyah adalah setia kepada pemerintah Inggris. Dan insya'allah kesetiaan warga Ahmadiyah ini akan tetap untuk selama-lamanya."
Tak dapat dipungkiri kalau sejak awal mula sejarah berdirinya Ahmadiyah, keterlibatan penjajah Inggris sudah sangat terlihat dalam bentuk dukungan dan perlindungan atas berkembangnya aliran ini. Pemerintah Inggris bahkan rela memberikan dana yang tidak terbatas demi tegaknya dakwah Ahmadiyah. Padahal seluruh ulama di dunia telah bersepakat untuk menyebut bahwa Ahmadiyah bukan bagian dari agama Islam, karena prinsip dasarnya bertentangan dengan akidah Islam, karena menjadikan Mirza sebagai nabi dan menerima wahyu.
Namun Ahmadiyah sangat bermanfaat buat penjajah Inggris saat itu, sebab Ahmadiyah akan membuat jihad dan perlawanan umat Islam terhadap Inggris akan mengendor. Dengan keberadaan Ahmadiyah, penjajah tidak perlu lagi capek-capek menghadapi rakyat, biar saja rakyat dilawan oleh rakyat juga. Inggris cukup mengadu domba sesama bangsa India, sambil memberikan dukungan penuh kepada aliran sesat Ahmadiyah.
Di dalam buku Tabligh-i-risalat, vol. VII halaman 17, Mirza menulis:
"Aku yakin bahwa setelah pengikut-pengikutku bertambah, maka mereka yang percaya pada doktrin jihad akan makin berkurang. Oleh karena menerima aku sebagai Messiah dan Mahdi maka sekaligus berarti taat pada perintahku, yaitu dilarang berjihad terhadap Inggris. Bahkan wajib atas mereka berterima-kasih dan berbakti pada kerajaan itu."
Jadi jelas, Ahmadiyah didirikan untuk menjadi alat bagi penjajah Inggris untuk meredam jihad dan perlawanan umat Islam India. Maka jika ketika jemaat Ahmadiyah di Cikeusik diserang dan Amnesti Internasional bersuara dengan mengatakannya sebagai pelanggaran HAM, wajar saja, karena pendiriannya pun didukung negara besar Inggris. Ingat saja, Nabi Muhammad SAW mengatakan dalam hadistnya, bahwa menjelang hari kiamat, Islam akan terpecah menjadi 73 aliran. Ahmadiyah bisa disebut sebagai salah satunya.
(diolah dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar