Setelah meletus pada Selasa (26/10/2010) pukul 17.02, gunung Merapi kembali terlihat tenang, seperti anak kecil yang langsung tertidur setelah mengambek. Tapi jangan salah, gunung berapi teraktif di pulau Jawa ini tidak benar-benar sedang tidur kembali, melainkan justru sedang mengumpulkan energi untuk membuat letusan baru.
Seperti dikutip Media Indonesia, Kamis (28/10/2010), Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Subandrio, mengatakan, meski telah meletus, gunung setinggi 2.914 meter dari permukaan laut ini belum mengeluarkan magma. Bahkan lava kubah baru tidak terbentuk pascaletusan.
"Artinya, meski awan panas yang disebut warga sebagai wedus gembel telah keluar, namun bahaya erupsi (letusan) masih mengancam," kata dia.
Hal senada diakui Kabid Gempa dan Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, I Gede Wayan Swantika. Kepada Detik.com, Wayan mengatakan; "Untuk sementara kondisi Merapi tenang. Saat ini tengah mengumpulkan energi, sehingga ada kemungkinan gunung itu akan meletus lagi."
Hingga Kamis (28/10/2010)pagi, jumlah korban tewas akibat letusan Merapi mencapai 32 orang, termasuk kuncen gunung Merapi Mbah Marijan, redaktur VIVAnews.com Yuniawan Nugroho, dan adik Mbah Marijan, Udi Sutrisno, yang meninggal pada Kamis (28/10/2010) pukul 07.00 saat dalam perawatan dokter RS. Sardjito.
Selain korban tewas, puluhan orang juga masih dirawat di RS. Sardjito karena menderita luka bakar parah akibat terjangan wedus gembel saat berusaha menyelamatkan diri setelah Merapi meletus.
Celakanya, meski status Merapi masih 'awas', ratusan warga Desa Tlogolele, Jrakah, dan Klakah pada Rabu (27/10/2010) pagi telah kembali ke rumahnya masing-masing dengan alasan ingin bekerja di ladang dan menengok ternak yang tidak sempat dibawa ketika mengungsi. Padahal, meski ketika Merapi meletus aliran awan panasnya mengarah ke selatan dan menerjang Desa Kaliadem, Kinahrejo, Ngrangkah, dan Ngangkrik, tidak mengarah ke desa mereka, namun jarak antara desa mereka dengan puncak Merapi hanya sekitar 5 km. Jika Merapi meletus kembali, bukan mustahil mereka akan menjadi korban!
Menyikapi hal ini, Wakil Presiden Boediono meminta masyarakat mematuhi instruksi Pemerintah.
"Kalau ada suatu ketentuan atau perintah dari pemerintah, itu baik. Itu untuk keselamatan kita semua. Saya mohon dipatuhi, patuh kepada pamong dan pemerintah," ujarnya saat meninjau lokasi pengungsian di Desa Keputren, kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X sendiri telah menetapkan status tanggap darurat selama dua pekan terkait letusan gunung Merapi. Dengan demikian, selama dua pekan masyarakat diminta untuk tetap tinggal di pengungsian.
Mbah Marijan Dimakamkan
Sementara itu, setelah jenazahnya ditemukan di dapur rumahnya pada Rabu (27/10/2010) dalam posisi bersujud, Kamis (28/10/2010) siang jenazah pria bernama asli Mas Panewu Surakso Hargo tersebut dimakamkan di TPU Dusun Srunen, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY. Tubuh kuncen gunung Merapi itu diistirahatkan di sisi barat makam kakeknya, Parto Setiko.
Selain Mbah Maridjan, di TPU yang sama juga dimakamkan jenazah lain, yakni Ngudi, adik ipar Mbah Marijan, Nurudi, anak Ngudi, dan dua bocah berusia 2,5 tahun bernama Mursiam dan Nurul. TPU Dusun Srunen berjarak sekitar 5 km dari Dusun Kinahrejo.
"Masyarakat lereng Merapi kehilangan sosok pengayom," kata cucu Mbah Marijan, Ramidjo.
Sementara itu, jenazah redaktur VIVAnews, Yuniawan Nugroho, dimakamkan di kampung halamannya, Ambharawa.
Minggu, 29 September 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar