Pemanasan global yang menyebabkan naiknya permukaan air laut, mempengaruhi pembiakan penyu, salah satu binatang yang dilindungi. I Wayan Wiradnyana, koordinator kampanye perlindungan penyu ProFauna Indonesia bercerita tentang dampak pemanasan global dan ancaman perburuan manusia:
"Pemanasan global sudah terasa dampaknya terhadap penyelamatan penyu. Kami harus merelokasi telur-telur penyu dari tempat alaminya ke tempat penetasan supaya tidak terendam air laut," katanya seperti dilabsir BBC Indonesia.
Di jelaskan, pada masa lalu ketika pemanasan global belum melanda dunia, populasi penyu tumbuh subur di Bali. Kini di saat pemanasan global, kemungkinan di sarang-sarang alami penyu di pantai, sudah ada telur yang tidak bisa menetas karena suhu yang lebih hangat. Karenanya, telur-telur itu harus segera dievakuasi, karena jika tidak telur-telur penyu itu akan terendam, karena global warming juga membuat permukaan air laut naik.
"Ini kami lakukan karena saat air laut pasang, sarang-sarang alami ini akan terendam air laut, sehingga akan mengakibatkan telur penyu tidak menetas," imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan, masyarakat Kuta yang bertindak sebagai satuan tugas penjaga pantai, telah dilatih untuk turut serta dalam upaya penyelamatan ratusan tukik atau anak penyu yang menetas di sepanjang pantai Kuta ini.
Salah seorang yang sangat aktif dalam upaya perlindungan penyu adalah kepala satgas Kuta, I Gusti Ngurah Tresna.
"Dari April sampai September (masa bertelur penyu) kami berhasil mengumpulkan sekitar lima ribu lebih telur," katanya.
Dari seribu telur yang menetas, hanya satu yang dapat bertahan hidup, sementara penyu baru mencapai tingkat dewasa untuk dapat bertelur lagi dalam tiga puluh tahun.
Dampak lain pemanasan global
Selain menyebabkan terendamnya telur-telur penyu, pemanasan global juga mempengaruhi jenis kelamin penyu, karena kenaikan suhu membuat jumlah penyu jantan berkurang. Bahkan dalam tiga tahun terakhir jumlah telur yang berhasil ditetaskan di dua tempat penangkaran ProFauna Bali di Kuta dan Tegal Besar, Klungkung, kurang lebih 8.000 ekor tukik. Jumlah ini lebih sedikit dibanding beberapa tahun lalu, sebelum pemanasan global. Beberapa hari setelah ditetaskan, bersama masyarakat dan turis, ProFauna melepaskan tukik-tukik ini ke laut.
Selain ancaman pemanasan global, penyu juga masih belum terlepas dari ancaman perburuan manusia untuk diambil daging, karapaks, dan telurnya. Karena itu ProFauna melibatkan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang perlindungan penyu. Dari tujuh spesies yang ada di dunia ini, enam di antaranya terdapat di Indonesia.
Rabu, 02 Oktober 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar