Gelombang panas menerpa kawasan Timur Tengah, Kamis (12/8/2010), sehingga suhu udara di kawasan itu mencapai 100 derajat Farenheit (38 derajat Celcius). Ini cobaan yang luar biasa bagi umat muslim yang tengah menjalankan ibadah puasa di sana.
Seperti dilaporkan AP, Kamis (12/8/2010), tinggi suhu udara di kawasan itu, membuat sejumlah negara di kawasan itu, seperti Yordania, Lebanon, dan Palestina, mengambil langkah demi meringankan beban mental yang harus ditanggung rakyat yang sedang menunaikan ibadah puasa. Kebijakan yang diambil di antaranya mengurangi jam kerja PNS dari delapan menjadi enam jam kerja. Di Lebanon, para pekerja konstruksi bahkan memilih bekerja pada malam hari, sementara Di Uni Emirat Arab, majelis ulama setempat mengeluarkan fatwa yang membolehkan buruh untuk makan jika kondisi terlalu panas sehingga sulit untuk berpuasa.
Sebelumnya, pada Juli 2010 cuaca esktrim seperti ini juga menyerang Jepang, sehingga 66 orang meninggal dan 15.000 orang dilarikan ke rumah sakit. Dari korban tewas, sebagian besar para lansia.
Gelombang panas juga menyerang China pada akhir Juli 2010, sehingga kota Beijing mengalami musim panas terlama dalam sepuluh tahun terakhir, dan temperatur harian mencapai 35 derajat Celcius. Suhu dengan panas setinggi itu tanpa jeda selama sepuluh hari.
Bumi yang kian panas memaksa para ahli untuk menganalisa, lalu menjelaskannya kepada khayalak ramai. Badan Nasional Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat melansir bahwa suhu global bulan Januari dan Juni 2010 adalah rekor terpanas sejak tahun 1880, ketika pembacaan suhu mulai akurat.
Serangan hawa panas kali ini menyapu sejumlah negara di berbagai belahan dunia, dengan dampak yang berbeda-beda. Di Rusia, efeknya lebih mengerikan karena menyebabkan sejumlah hutan terbakar. Kerugian akibat kejadian ini ditaksir mencapai US$ 15 miliar, sementara belasan warga juga meninggal. Selain itu, panasnya suhu udara mengancam bangkitnya partikel radioaktif yang tersisa dari bencana nuklir Chernobyl pada 1986. Jika partijkel itu terlepas ke atmosfer, kehidupan manusia di sekitarnya akan kembali terancam.
Vladimir Chuprov dari Greenpeace Rusia kepada AP, seperti dimuat Al Jazeera, Kamis (12/8/2010), mengakui, gelombang panas yang melanda Rusia masih menyisakan bahaya besar di Chernobyl, karena caesium dan strontium yang merupakan unsur partikel radioaktif, dapat mengakibatkan munculnya kanker dan kelainan genetik pada manusia, jika manusia terus menerus terpapar partikel berbahaya tersebut.
Harga mahal yang harus dibayar manusia
Apa yang menyebabkan cuaca begitu ekstrim akhir-akhir ini? Seperti dimuat situs Daily Mail, para ilmuwan yakin cuaca ekstrim, seperti banjir Pakistan yang terjadi baru-baru ini dan gelombang panas di Rusia, disebabkan oleh adanya penyimpangan perilaku arus jet (jetstream), yaitu angin yang berada di altitude tinggi yang mengelilingi dunia dari barat ke timur, dan biasanya mendorong kelembaban yang ringan di Atlantik hingga Inggris Raya. Arus ini dibawa oleh gelombang Rossby yang biasanya menghasilkan pola yang khas seperti gelombang.
Sejak pertengahan Juli, saat biasanya mengarah ke timur, arus jet terblokir oleh gelombang Rossby yang menghadangnya. Gelombang in memang menunjukkan pola tak biasa saat ini.
Profesor Reading yakin, arus jet yang terblokir di belakang fenomena panas di Jepang dan secara tiba-tiba mengakhiri cuaca hangat di Inggris. Juga penyebab banjir di Pakistan dan gelombang panas di Rusia.
Sementara, para pakar iklim dan cuaca dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, banjir di Pakistan, kebakaran hutan di Rusia, serta tanah longsor di China dalam beberapa pekan terakhir merupakan bukti bahwa prediksi pemanasan global sangat tepat.
Jean-Pascal van Ypersele, wakil presiden badan PBB yang memonitor pemanasan global, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), mengatakan bahwa pola-pola cuaca dramatis ini konsisten dengan perubahan iklim yang ditimbulkan oleh manusia.
"Ini adalah peristiwa-peristiwa yang muncul kembali dan makin intensif di tengah iklim yang terganggu efek rumah kaca," kata Ypersele seperti dikutip dari laman harian Telegraph, Selasa, (10/8/2010).
"Peristiwa ekstrim seperti ini merupakan salah satu contoh di mana perubahan iklim yang dramatis bisa tampak secara nyata," lanjut Ypersele.
Panel Perubahan Iklim PBB sebelumnya telah memperingatkan, tanpa tindakan mengurangi efek rumah kaca, suhu global bisa naik 6 derajat celcius di akhir abad ini. Makin sulit bagi manusia untuk hidup di Bumi.
"Ini adalah pesan, bahwa ada harga yang harus kita bayar mahal -- jika tidak mengambil tindakan melawan pemanasan global," kata juru bicara The National Wildlife Federation, Tony Iallonardo, seperti dimuat laman Global Nation, 12 Agustus 2010.
"Ada harga dalam hal kehidupan dan juga harga struktural yang harus dipertimbangkan untuk mempersiapkan diri lebih baik menghadapi pemanasan global."
"Termasuk mengkondisikan para lanjut usia -- pihak yang paling rentan-- untuk siap menanggung risiko kesehatan," tambah dia. (sumber; vivanews.com)
Kamis, 03 Oktober 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar