Sumber Artikel Internet

Sabtu, 28 Desember 2013

Pemerintah Indonesia Abaikan Kesehatan Jutaan Bayi

Pemerintah Indonesia lebih berpihak kepada pengusaha dibanding mengamankan anak bangsanya yang masih bayi. Pasalnya, meski hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 2003 – 2006 menyebutkan, bahwa 22 produk susu formula untuk bayi berusia di bawah satu tahun tercemar bakteri Enterobacter sakazakii (ES), namun hingga kini merek berbahaya itu tak juga mau diumumkan sehingga para orangtua resah.

"Seharusnya merek produk itu diumumkan. Sekarang saya khawatir karena bayi saya juga mengonsumsi susu formula," ujar Jejen (32), warga Bogor, Jawa Barat.

Seperti dikutip dari Republika.co.id, Jumat (11/2/2011), Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA) Arist Merdeka Sirait mengaku, sejak hasil penelitian IPB itu diumumkan pada Februari 2008, pada 4-15 Maret 2008 pihaknya menerima 171 pengaduan dari masyarakat yang mengaku merasa resah, dan menuntut KPA mencari tahu merk susu formula yang tercemar bakteri tersebut.

"Sekarang produsen susu itu (bisa) tidur nyenyak karena nama merk produknya tidak diumumkan,"imbuh Arist mengkel.

ES merupakan bakteri gram negatif anaerob fakultatif, berbentuk koliform (kokoid), dan tidak membentuk spora. Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobacteriaceae Sebelumnya, ES dikenal dengan nama Enterobacter cloacae berpigmen kuning, namun sejak 1980 dimasukkan sebagai spesies baru dalam genus enterobacter dan dinamakan ES. Nama Sakazakii sendiri diambil dari nama seorang bakteriolog Jepang bernama Riichi Sakazakii yang meneliti ES.

ES jarang sekali menyebabkan resiko fatal, sehingga data prevalensi bayi yang menjadi sakit karena terinfeski bakteri ini sangat kecil. Data yang dipublikasikan WHO pada 13 Februari 2004 menyebutkan, selama 24 tahun (1961-2003), jumlah bayi di dunia ini yang sakit akibat infeski ES hanya 48 orang. Itu sebabnya organisasi standarisasi kemanan pangan dunia, Codex Alimentarius, baru memasukkan syarat bebas ES untuk produk susu pada Juli 2008.

Namun demikian, ES dapat menjadi bakteri yang amat berbahaya jika menginfeksi bayi-bayi neonatus (baru lahir) dan berusia kurang dari dua bulan, bayi yang lahir prematur, bayi dengan imunitas rendah, bayi yang berat badannya kurang, dan bayi yang terinfeksi HIV.

Menkes. (int)
"Bila kelompok bayi berisiko ini terpapar bakteri ES, mereka rentan terkena penyakit radang selaput otak, diare, dan radang usus," jelas Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih seperti dikutip Media Indonesia, Jumat (11/2/2011).

Menurut Gassem (1999) dan Jeradt et al (2009), bakteri ES dapat ditemukan pada debu, udara, sedimen, lalat rumah, dan tikus. Bakteri ini bisa masuk ke susu melalui tangan yang terkontaminasi bakteri itu atau melalui alat yang digunakan untuk menyajikan bakteri tersebut. Untuk mensterilkan susu dari bakteri ini, susu diseduh dengan air bersuhu minimal 70 derajat celcius, maka dalam 15 detik bakteri akan mati.

Penolakan pemerintah untuk mengumumkan 22 merek susu formula yang tercemar bakteri ES tercermin dari pernyataan Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih seperti dikutip Media Indonesia, Jumat (11/2/2011). Menkes mengatakan; "Tiap hari saya diminta menyebutkan merek susu formula (yang tercemar). Padahal biar Kemenkes atau BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) terus digencet dan dipencet, tetap saja kita tidak bisa memberi keterangan."

Celakanya, IPB pun enggan mempublikasikan hasil temuannya, dan Menkes mengaku tak bisa memaksa salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia itu untuk melaporkan hasil penelitiannya kepada instansinya maupun kepada BPOM, karena peneltian ilmiah bersifat independen. Yang lebih celaka, Kepala BPOM Kustantinah malah menjelaskan, hasil penelitian lembaganya pada 2009 hingga Februari 2011 tidak menemukan susu formula yang tercemar bakteri ES.

"(Penjelasan) Kepala BPOM itu tidak nyambung!" tegas Arist Merdeka Sirait kepada Republika.co.id. "Seharusnya penelitian IPB itu, jika dianggap tidak benar, dibantah produsen susu dengan sampling yang sama, bukan justru dijawab BPOM dengan menggunakan hasil sampling pada 2009-2011!"

Arist yakin kalau pemerintah dan IPB tidak berani mengumumkan 22 merek produk susu formula yang tercemar itu karena reaksi para produsen susu setelah hasil penelitian IPB itu dirilis.

"Sikap mereka mempertontonkan bahwa pemerintah kebal hukum, tidak patuh terhadap putusan MA. Mereka memberi contoh pada masyarakat agar tidak patuh terhadap hukum. Ini adalah kepentingan produsen susu yang sudah tercapai dengan tidak diumumkan merek-merek susu yang tercemar bakteri itu," tegas Ketua KPA itu.


Abaikan putusan MA

Untuk diketahui, sikap pemerintah yang tak kunjung mau memublikasikan merek susu yang terkontaminasi bakteri ES membuat masyarakat melalui KPA, menggugat pemerintah secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi, dan akhirnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Institusi penegakan hukum tertinggi itu akhirnya mengeluarkan putusan No. 2975 K/Pdt/2009 tanggal 26 April 2010 yang isinya mewajibkan Kemenkes, BPOM, dan IPB menginformasikan merek susu yang terkontaminasi bakteri ES kepada publik.

Arist mengatakan, dengan tetap kukuhnya pemerintah menolak memublikasikan merek susu yang terkontaminasi, maka berarti pemerintah dan IPB mengabaikan putusan ini, dan pihaknya takkan tinggal diam.

"Kami, penggugat, akan meminta penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melakukan sita eksekusi terhadap hasil penelitian IPB 2003-2006. Sesuai dengan perintah kasasi MA, itu diminta untuk diumumkan sesuai perminaan penggugat. Jika instansi itu tidak mau, nanti penggugat dan Komnas Perlindungan Anak yang mengumumkannya," tegasnya.

Selain itu, karena Kemenkses, BPOM dan IPB telah melakukan tindakan melawan hukum, mereka akan dilaporkan ke polisi karena melakukan tindak pidana.

Pemerintah Indonesia Abaikan Kesehatan Jutaan Bayi Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar