Sumber Artikel Internet

Selasa, 11 Maret 2014

China Lawan Intervensi Asing Dengan Penghargaan Nobel Tandingan

China marah besar kepada panitia penganugerahan Piala Nobel, karena panitia menganugerahkan hadiah Nobel Perdamaian 2010 kepada aktivis prodemokrasi di negaranya, Liu Xiabo. Sebagai pelampiasan, Negeri Tirai Bambu itu bukan hanya memboikot acara penyerahan hadiah pada Jumat (10/12/2010) ini, tapi juga memblokir media yang memublikasikannya, dan membuat acara penganugerahan Piala Nobel tandingan!

Berdasarkan data dari berbagai sumber diketahui, China tak hanya berkomitmen untuk tidak menghadiri acara yang dilaksanakan di Balaikota Oslo, Norwegia, tersebut, namun juga berhasil 'menekan' sejumlah negara yang menjadi sekutu dan negara yang menjadi mitra dagangnya, seperti Pakistan, Venezuela, Kuba, Rusia, Vietnam, Arab Saudi, Iran dan Kazakhstan, untuk ikut tidak menghadiri penganugerahan award tahunan itu.

Bahkan sejumlah negara seperti Ukraina, Kolombia, Mesir, Sudan, Tunisia, Irak, Filipina, Afghanistan, Serbia, dan Maroko pun agaknya bersimpati kepada China, sehingga menyatakan tidak akan menghadiri acara itu.

Sekretaris Komite Nobel, Geir Lundestad, seperti dikutip Media Indonesia, mengaku, semua negara yang berhalangan hadir memiliki alasan sendiri-sendiri. "Namun beberapa dari mereka jelas dipengaruhi China," katanya.

Namun demikian Lundestad menegaskan, sedikitnya 44 negara 65 negara yang diundang, menyatakan akan hadir.

Sedikitnya ada tiga media yang diblokir pemerintah Chinta agar siaran langsung penyerahan piala Nobel tidak dapat diakses warganya, yakni CNN, BBC, dan NRK, situs berita Norwegia. Pemblokiran dilakukan Kamis (9/12/2010), atau sehari sebelum penyerahan piala Nobel dilakukan.

"Kami bisa mengonfirmasi bahwa semua situs BBC, bukan hanya berita saja, diblokir untuk pengunjung di China. Kami tidak sendiri. Hal yang sama juga dialami situs lain yang menyiarkan berita internasional. Kami sangat kecewa karena pengunjung kami di China tidak dapat mengakses karya jurnalistik kami yang imparsial dan independen," ujar juru bicara BBC.

Sebelumnya, pada Oktober 2010, China juga mencegah siaran televisi di negaranya untuk menayangkan pengumuman para penerima Nobel 2010 dimana di dalamnya terdapat nama Xiaobo yang kini menjadi tahanan politik negara itu, dengan cara memblokir pengiriman berita televisi lewat satelit. Laporan terakhir menyebutkan, TV5 Perancis juga tidak bisa mengirimkan beritanya ke China.

Pemerintah China menegaskan, pihaknya menolak pemberian Nobel Perdamaian kepada Xiaobo yang disebutnya sebagai pelaku kriminal biasa. Menurut China, pemberian Nobel tersebut merupakan bentuk intervensi asing terhadap masalah dalam negerinya.

"Kami menolak intervensi apapun terhadap negara kami," tegas seorang pejabat negara itu.

Sebagai bentuk perlawanan China atas apa yang disebutnya sebagai intervensi asing, sekelompok cendekiawan China menggelar acara serupa penghargaan Nobel Perdamaian. Menurut kantor berita Associated Press (AP), penghargaan Nobel versi China tersebut dinamai "Hadiah Perdamaian Confucius". Confuncius adalah nama seorang filsuf legendaris Tiongkok yang kisah hidupnya telah difilmkan. Pengharagaan itu diberikan kepada mantan Wakil Presiden Taiwan, Lien Chan, pada Kamis (9/12/2010).

Pemerintah China menganggap, Lien berjasa dalam menjembatani hubungan yang erat antara rakyat China dengan Taiwan di tengah konflik politik kedua pihak. Menurut panitia, peran Lien paling menonjol di antara delapan kandidat penerima penghargaan.

Namun, Lien tidak hadir dalam acara pemberian penghargaan itu, karena masih berada di Taiwan. Maka, penghargaan berupa piala dan uang senilai 100.000 yuan diberikan kepada seorang perempuan cilik yang mewakilinya. Uniknya, Lien sendiri mengaku tidak tahu-menahu tentang adanya penghargaan itu, sehingga pekan ini dia tidak berencana ke Beijing untuk mengambil hadiahnya.

Kepada AP, Ketua Komite Penghargaan Perdamaian Confucius, Tan Changliu, mengaku bahwa mereka bukanlah organisasi resmi pemerintah. Namun, Tan mengungkapkan bahwa komite yang dipimpinnya memang bekerja sama dengan Kementrian Kebudayaan China.

"Kami tidak ingin mengaitkan Penghargaan Perdamaian Confucius dengan Liu, karena penghargaan Confucius bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dari sudut pandang China." bantah Tan ketika ditanya apakah penghargaan Confucius merupakan penghargaan tandingan atas hadiah Nobel yang diterima Liu Xiaobo.

Liu yang lahir pada 28 Desember 1955 memang bak duri dalam daging bagi pemerintah China yang masih menganut paham komunisme. Intelektual jebolan Departemen Sastra China, Universitas Jilin, ini mulai 'menunjukkan taringnya' sebagai aktivis prodemokrasi sejak terlibat aksi demonstrasi mahasiswa di lapangan Tiananmen pada April 1989.

Pada 2 Juni 1989, saat demonstrasi masih berlangsung, Liu dan tiga temannya melakukan aksi mogok makan dan berseru kepada pemerintah ataupun gerakan mahasiswa untuk meninggalkan ideologi perjuangan kelas dan mengadopsi budaya politik baru yang terbuka bagi dialog dan kompromi. Ketika itu Liu sempat bernegosiasi dengan pimpinan militer dan gerakan mahasiswa untuk mengakhiri demonstrasi secara damai, namun pembantaian para demonstran tetap terjadi sejak 3 Juni 1989. Negosiasi yang dilakukan Liu dan teman-temannya berhasil mencegah pertumpahan darah yang berkelanjutan, dan membuat para demonstran membubarkan diri pada 4 Juni 1989.

Dua hari setelah aksi tersebut berakhir, pemerintah China menjebloskan Liu ke penjara dengan tuduhan melakukan propaganda kontrarevolusi dan menghasut orang. Tiga bulan kemudian, Liu dipecat sebagai dosen di Universitas Normal Beijing, serta dilarang menerbitkan tulisan serta berbicara di depan umum. Tulisan Liu yang membuat pemerintah China marah di antaranya adalah 'Criticism of the Choice: Dialogues with Li ZeHou' yang dibukukan pada 1987

Selain Nobel Perdamaian, Liu telah meraih berbagai penghargaan lain. Di antaranya Human Right Watch-Hammett Grant (pada 1990 dan 1996), Hongkong's Annual Human Right Press Award (2004-2006), dan Foundation de France Prize sebagai pejuang kebebasan pers dari Reporters Without Borders (2004).

China Lawan Intervensi Asing Dengan Penghargaan Nobel Tandingan Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar